Tingkat kepekaan (sensitifitas) manusia dinilai dari bagaimana ia memberikan reaksi atas apa yang terjadi di lingkungan sekitar. Saat seekor lebah datang dan bernafsu menyerang manusia, manusia otomatis mengambil reaksi dengan lari menyelamatkan diri, atau mungkin mengambil bazoka sebagai alat pertahanan diri untuk sekedar menakuti si lebah yang sedang kesurupan. Kalaupun sedang apes, dan si lebah pun berhasil menembus pertahanan yang sudah kita siapkan (mulai dari kawat berduri dengan tegangan listrik, sensor infra merah, sampai mungkin uang segepok untuk kompromi), bagian tubuh yang tersengat akan memberikan efek yang langsung bisa dirasakan sakitnya. Keberadaan tingkat kepekaan manusia lalu mendorong untuk segera memberikan pertolongan pertama pada daerah yang tertembus sengat lebah (telepon nain wan wan, pesen satu kamar di UGD rumah sakit paling terkenal atau cuma nge-bon ke warung sebelah beli *****plast).
Cerita lebah menyerang manusia merupakan salah satu gambaran peran kepekaan yang dikaruniakan tuhan pada tubuh kita yang berhubungan dengan sesuatu yang wujud.
“ Wujud?, apa maksudnya tuh ?” maksudnya seperti kulit yang terluka akibat serangan lebah berhubungan dengan kepekaan kulit, dan bisa jelas untuk dilihat daerah kulit yang terluka, bisa diraba bisa diterawang juga pake sinar ek (maap ga bisa bilang-X). “Trus-trus yang ngga wujud tuh yang gimana dunk!” Ehem-ehem...yang ngga wujud tuw seperti kepekaan hati dalam merespon perubahan-perubahan yang berhubungan dengan perasaan dan emosi (mulai serius niy).
“Lalu...” Kalau sudah berhubungan dengan hati biasanya dan kebanyakan akan berhubungan juga dengan sesuatu yang disayangi atau dicintai, entah itu antar sesama manusia, makhluk hidup yang lain (hewan, tumbuhan, jin, alien), sampai pada benda (mobil, rumah, pesawat, helikopter, jepit rambut). “Lalu yang mau diceritain yang mana?semuanya? Satu aja yah ntar lo semuanya gak ada bahan nulis lagi lho besok?”
Karena pengalaman saya lebih banyak berhubungan dengan sesama manusia jadi pembahasannya juga mengenai kepekaan hati kepada manusia aja. Banyak hal hal ajaib yang terjadi dalam kehidupan kita dari peristiwa pergantian pagi ke malam, terjadinya hujan, dari hujan salju sampai hujan batu (yang terakhir ini biasanya terjadi di gedung DPR lo ngga ya di lapangan bola). Salah satu yang ajaib dan hampir semua orang “kena batunya” adalah merasa ada yang salah dengan hati kita, dan efeknya bereaksi pada hampir seluruh tubuh kita; tiba-tiba jantung berdegup kencang, seluruh badan berkeringat, kaki menjadi sulit dilangkahkan, mata berkunang-kunang, dompet berkurang dengan cepat, tidur jadi tidak nyenyak, sering melamun, prestasi menurun (dari yang biasanya dapet A+ sekarang dapet Z-), dan masih banyak lagi....dan itulah yang namanya kepekaan hati yang terkadang saya sendiri bingung, heran, shock, penasaran, berasal dari manakah datangnya rasa itu?
Hmm kita umpamakan rasa itu namanya perasaan sayang atau cinta juga bisa (disamakan sama judulnya kale...) yang kita ungkapkan kepada sesorang yang bila kita melihat, bertemu atau berdekatan dengannya maka gejala-gejala yang saya contohkan sebelumnya muncul tanpa aba-aba. Kepekaan hati mendorong kita untuk menyayangi sesorang dan selanjutnya ingin diperlakukan sama bahkan lebih oleh orang yang kita sayangi (bahasa bulenya take and give geto).
Kala saya terhanyut, terharu biru, tersepona alah terpesona sebagai reaksi atas kepekaan hati itu, saya pun menjadi lupita, palupi, forget, (lupa,red.) atas sesuatu yang yang essensial atas perasaan sayang / cinta itu, yakni kapan dan siapa yang seharusnya saya sayangi (terlebih dahulu). Akan mengherankan jika saya mengaku menyayangi orang lain padahal terhadap diri sendiri saya tak pernah perduli (jarang mandi, jarang makan yang bergizi, jarang olahraga pagi, bahkan jarang khusyu menghamba pada Nya *wah sayang belakangnya ngga diakhiri huruf “i”). Akan menjadi diragukan kesungguhan saya dalam menyayangi orang lain kala tak ada kemauan dari diri sendiri untuk merubah diri menjadi lebih baik sebagai bentuk rasa sayang terhadap diri saya sendiri.
Awal dari kepekaan hati dan perasaan yang dianugerahkanNya harus menjadikan kita sadar untuk menghargai diri sendiri, untuk menyayangi segala apa yang kita miliki dalam mematangkan diri dalam wujud (penampilan) maupun yang tak berwujud (emosional), jika semuanya telah kita maksimalkan lalu munculkan pertanyaan sudah pantas kah diri ini menyayangi dan dicintai......